Minggu, 09 Juni 2013

Prinsip Pendidikan Bagi Anak Tunanetra

  1. Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurutAnnastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah :
  1. Prinsip totalitas berarti prisip keseluruhan atau keutuhan. Dalam prinsip ini guru mengajar harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan bahwa dalam mengajarkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak sepotong – potong. Misalnya, menjelaskan “tomat”, guru tidak hanya mengenalkan model tomat , tetapi juga harus menunjukkan tomat yang asli, anak disuruh meraba bentuk – bentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, bahkan melengkapinya dengan pohon tomat.
  2. Prinsip keperagaan sangan dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip keperagaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah dengan indera pendengaran. Dengan peragaan anak akan terhindar dari verbalisme. Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi teksture (kasar halus, keras lembut), berat, rasa, dan baunya. Contoh lain misalnya guru menerangkan nyamuk , untuk suara mungkin dapat langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya ratusan kali dari nyamuk yang sebenarnya.
  3. Prinsip kesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam mempelajari konsep. Mata pelajaran yang satu harus berhubungan dengan mata pelajaran yang lain. Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah yang digunakan guru. Istilah yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak variasi.
  4. Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Anak tunanetra diharapkan aktif dan tidak hanya mendengarkan. Tanpa aktivitas , konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Jika anak aktif dalam pembelajaran, maka pengalaman mereka akan banyak, memperoleh kepuasan dalam belajar sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinngi.
  5. Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilakukan dengan memperhatikan perbedaan individu, potensi anak, bakat dan kemampuan masing – masing anak. Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bagi anak tunanetra, prinsip induvidual mendorong guru untuk memenuhi tuntutan variasi ketunaan dan kemampuan anak. Guru dituntut sabar, telaten, ulet dan kreatif. Guru harus mengajar satu per satu sesuai dengan perbedaan anak.

Prinsip Pendidikan Bagi Anak Tunanetra

Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurutAnnastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah :
a.      Prisip totalitas
Prinsip totalitas berarti prisip keseluruhan atau keutuhan. Dalam prinsip ini guru mengajar harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan bahwa dalam mengajarkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak sepotong – potong. Misalnya, menjelaskan “tomat”, guru tidak hanya mengenalkan model tomat , tetapi juga harus menunjukkan tomat yang asli, anak disuruh meraba bentuk – bentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, bahkan melengkapinya dengan pohon tomat.
b.      Prinsip Keperagaan
Prinsip keperagaan sangan dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip keperagaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah dengan indera pendengaran. Dengan peragaan anak akan terhindar dari verbalisme. Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi teksture (kasar halus, keras lembut), berat, rasa, dan baunya. Contoh lain misalnya guru menerangkan nyamuk , untuk suara mungkin dapat langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya ratusan kali dari nyamuk yang sebenarnya.
c.       Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam mempelajari konsep. Mata pelajaran yang satu harus berhubungan dengan mata pelajaran yang lain. Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah yang digunakan guru. Istilah yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak variasi.
d.       Prinsip Aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Anak tunanetra diharapkan aktif dan tidak hanya mendengarkan. Tanpa aktivitas , konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Jika anak aktif dalam pembelajaran, maka pengalaman mereka akan banyak, memperoleh kepuasan dalam belajar sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinngi.
e.       Prinsip individual
Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilakukan dengan memperhatikan perbedaan individu, potensi anak, bakat dan kemampuan masing – masing anak. Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bagi anak tunanetra, prinsip induvidual mendorong guru untuk memenuhi tuntutan variasi ketunaan dan kemampuan anak. Guru dituntut sabar, telaten, ulet dan kreatif. Guru harus mengajar satu per satu sesuai dengan perbedaan anak.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, danHandicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1.      Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2.      Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3.      Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dariimpairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
 Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.


Jumat, 07 Juni 2013

Hal terpenting: Teori Giftedness

Memperjuangkan pendidikan anak-anak dengan kecerdasan istimewa (gifted children) bukanlah hal mudah. Hal ini karena:

1. Berbagai komponen baik masyarakat, orang tua, dan pihak sekolah masih tidak memahami apa yang disebut anak cerdas istimewa (gifted children)

2. Pendidikan anak cerdas istimewa (gifted children) saat ini yang dikenal di Indonesia hanyalah kelas akselerasi, padahal sementara itu pendidikan model ini secara ilmiah sudah tidak disarankan lagi, karena terbukti justru tidak memperhatikan faktor kreativitas berpikir serta perkembangan sosial emosional seorang anak cerdas istimewa.

3. Karakteristik personalitas dan pola tumbuh kembang alamiah seorang anak cerdas istimewa masih tidak dipahami secara luas, sehingga berbagai kesulitan perkembangan seorang anak gifted tidak pernah dikenal oleh pihak-pihak yang seharusnya menyantuninya, terutama pihak sekolah. Sehingga anak-anak cerdas istimewa justru tidak diterima oleh institusi pendidikan karena dianggap sebagai anak bermasalah. Sekalipun itu adalah kelas akselerasi.

4. Dengan begitu kelas akselerasi pada akhirnya sebagai kelas anak cerdas istimewa tanpa murid cerdas istimewa, umumnya berisi anak cerdas normal yang mempunyai gaya belajar yang cocok dengan program yang ditekankan, yaitu pemampatan materi. Sementara itu anak-anak cerdas istimewa adalah seorang anak yang sangat mandiri, didaktif, kreatif berpikir analisis, tidak dapat ditekan apalagi dilakukan drilling harus cepat-cepet selesai.

4. Tidak pernah disadari bahwa semakin tinggi kecerdasan seorang anak ia akan mempunyai cara berpikir (cognitive style) yang berbeda dengan anak-anak normal sehingga ia membutuhkan ruang gerak leluasa untuk mengembangkan apa yang menjadi minatnya. Ia membutuhkan pendidikan bersama teman-teman sebayanya dalam kelas-kelas sekolah normal, dengan perhatian ektra ke dua arah yaitu kecerdasannya yang istimewa dan juga berbagai kesulitan tumbuh kembangnya. Bentuk kelas seperti ini yang kemudian disebut sebagai kelas-kelas inklusi. 

5 Semakin tinggi inteligensia seorang anak, minatnya menjadi semakin sempit pada bidang-bidang khusus.

Untuk lebih lanjut bagaimana teori yang mampu menjelaskan ini semua, silahkan klik TEORI GIFTEDNESS

Tinggalkan Kelas Akselerasi, Masuk Kelas Inklusi

Oleh

Julia Maria van Tiel
http://gifted-disinkroni.blogspot.com/2007/02/tinggalkan-kelas-akselerasi-masuk-kelas.html

JAKARTA-Hingga kini kita hanya mengenal kelas akselerasi (percepatan) untuk anak-anak berbakat (gifted children) Indonesia. Sesungguhnya kelas akselerasi sudah banyak ditinggalkan.
Keuntungannya memang anak didik dapat didorong agar berprestasi lebih cepat. Sayangnya, anak berbakat muda yang tengah berkembang, namun setengah dari populasi itu justru underachiever. Ini karena tumbuh kembang mereka berbeda dari anak normal, yang menyebabkan kesulitan dalam menerima pembelajaran konvensional.
Sekalipun mereka mempunyai loncatan perkembangan kognitif dan motorik kasar, terapi mereka dapat tertinggal pada kematangan perkembangan, baik fisik, emosi, motorik halus, adaptasi, sosial, bahasa, dan bicara. Ini yang menyebabkan ketidaksiapan menerima pembelajaran. Bisa juga karena membutuhkan pendekatan khusus, mereka sulit berprestasi di kelas konvensional atau klasikal.
Mereka membutuhkan pendekatan dua arah sekaligus. Mengeliminasi kesulitan akibat perkembangannya yang unik, dan juga sekaligus keberbakatannya. Jika hanya mengatasi beberapa masalah saja, dari banyak laporan, justru hanya akan menambah masalah baru. Ini disebabkan karena dorongan internal anak-anak berbakat adalah memenuhi rasa keingintahuannya yang besar melalui eksplorasi dan pengembangan intelektualitasnya. Ini membutuhkan penyaluran dan pemenuhan kebutuhan.
Andaikan hanya mengupayakan kelas akselerasi saja, anak ini tidak akan terdeteksi sebagai anak berbakat dan juga tidak akan menerima pendidikan sebagaimana keunikan, kesulitan, dan kebutuhannya. Kesemua ini mengancam nasibnya di kemudian hari.
Apa yang dibutuhkannya dalam pendidikannya adalah bimbingan guru yang memahami berbagai karakteristiknya, personalitasnya, tumbuh kembangnya, gaya berpikir, dan gaya belajarnya, yang memang berbeda dari anak-anak normal pada umumnya.
Mereka butuh pendekatan pembelajaran dua arah sekaligus. Pertama ke arah kesulitannya di mana ia membutuhkan dukungan, stimulasi, terapi, remedial teaching, dan kesabaran. Kedua, membutuhkan berbagai materi yang sesuai dengan karakteristik berpikir seorang anak berbakat yang lebih kepada materi yang penuh tantangan pengembangan kreativitas dan analisis.
Sekolah reguler yang mampu menerima anak-anak berbakat agar dapat mengikuti pendidikan saat di fase-fase sulitnya di kelas-kelas sekolah dasar bersama anak normal lainnya, sekaligus juga menerima layanan pengembangan keberbakatan, disebut sekolah inklusi.
Guru diharapkan dapat membimbingnya menapaki tahapan tumbuh kembangnya yang sulit tersebut dalam situasi aman agar ia dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dalam lingkungan yang nyaman. Sebab anak-anak berbakat yang mempunyai gejala mirip dengan autisme ataupun ADHD, tidak layak jika diterapi dan dididik sebagai autisme atau ADHD, karena sekalipun mempunyai gejala yang mirip namun mempunyai perbedaan yang tegas, serta neurobiologis dan akar permasalahan yang berbeda.
Guna memenuhi hal ini, guru perlu mendapatkan pelatihan-pelatihan yang memadai dan selalu mengikuti penyegaran keilmuan guna mengikuti perkembangan strategi pengajaran yang didukung oleh hasil-hasil penelitian mutakhir (evidence based practice) yang kini sangat pesat berkembang. n

Penulis adalah pembina kelompok diskusi Grup Anak Berbakat.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0702/09/ipt02.html

Kamis, 06 Juni 2013

Anak-anak berbakat dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

A.     LATAR BELAKANG
National Institutes of Health menyatakan ADHD "masalah kesehatan publik yang parah" dalam konferensi konsensus pada ADHD pada tahun 1998. Dalam dialog yang sedang berlangsung tentang ADHD pada anak-anak berbakat, tiga pertanyaan yang sering muncul.
1.    Apakah anak-anak berbakat didiagnosis dengan over gangguan tersebut?
2.    Dalam hal apa anak ADHD berbakat berbeda dari anak-anak berbakat tanpa gangguan dan dari anak-anak ADHD lainnya?
3.    Apakah penelitian yang muncul menunjukkan perbedaan dalam intervensi atau dukungan?
Ada tiga subtipe dari ADHD: didominasi jenis kurang perhatian, jenis didominasi hiperaktif / impulsif, dan tipe gabungan. Penentuan subjektif dari apa yang merupakan penurunan yang signifikan adalah salah satu dari beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kontroversi mengenai diagnosis dan pengobatan, terutama pada anak-anak berbakat.

B.     TUJUAN
1.      Membedakan anak berbakat dan non-berbakat dengan ADHD
2.      Untuk menilai ADHD pada anak berbakat
3.      Mencari intervensi dan dukungan yang tepat

C.     METODE PENELITIAN 
Kaufman dan rekan-rekannya (2000) menunjukkan bahwa pekerjaan mengidentifikasi anak-anak ADHD berbakat lebih terganggu daripada anak-anak ADHD lainnya, menunjukkan kemungkinan bahwa kita kehilangan anak-anak berbakat dengan bentuk lebih ringan dari ADHD. Kemampuan yang tinggi dapat menutupi ADHD, dan kekurangan perhatian dan cenderung impulsif menekan nilai tes serta kinerja akademik tinggi yang banyak diandalkan sekolah untuk mengidentifikasi bakat. Juga, guru mungkin cenderung fokus pada perilaku mengganggu siswa ADHD berbakat dan gagal untuk melihat indikator kemampuan tinggi.
Disarankan bahwa anak-anak yang gagal memenuhi kriteria skor tes untuk bakat dan kemudian didiagnosis dengan ADHD diuji ulang untuk program berbakat (Baum, Olenchak, & Owen, 1998; Bulan, 2002).
Idealnya, diagnosis ADHD pada anak-anak berbakat harus dilakukan oleh tim multidisiplin yang mencangkup setidaknya dokter profesional dalam membedakan kejiwaan dan profesi yang memahami perkembangan karakteristik anak-anak berbakat.

D.     HASIL PENELITIAN
Sebagian kelompok anak ADHD cenderung tertinggal dua sampai tiga tahun dari teman-teman sebaya dalam kematangan sosial dan emosi, termasuk anak berbakat ADHD (Barkley, 1998). Sebagian lagi, anak-anak berbakat tanpa ADHD cenderung perkembangan kognitif, sosial dan emosi lebih tua dua sampai empat tahun dari usia mereka sendiri (Neihart Reis, Robinson & Moon, 2002).
Ketika anak berbakat tanpa gangguan dan anak berbakat ADHD ditempatkan bersamaan mungkin menemukan tantangan kematangan lanjutan ketika anak ADHD merasa tidak sebanding. Anak berbakat tanpa gangguan mungkin memiliki kesabaran dalam menyikapi atau menyesuaikan ketidak matangan sosial dengan anak berbakat ADHD ditengah-tengah mereka.
Penelitian ini jelas, bahwa kurangnya tantangan intelektual dan sedikit akses kepada orang lain dengan minat yang sama, kemampuan, dan penyesuaia merupakan faktor resiko anak berbakat berkontribusi terhadap masalah sosial dan emosional.
Pengajar disekolah jarang memiliki pelatihan yang dibutuhkan untuk membedakan diagnosa ADHD dan dokter juga sedikit menyadari karakteristik perkembangan anak berbakat yang unik sebagai upaya pelayanan yang akurat.
Salah satu alasan orang tua mungkin ragu untuk mematuhi rekomendasi pengobatan untuk anak-anak mereka karena mereka sendiri kurang yakin anak mereka mengalami gangguan tersebut.
Penelitian menunjukan bahwa kita tidak boleh berasumsi bahwa semua intervensi yang direkomendasikan untuk anak ADHD sesuai yang anak berbakat butuhkan. Temuan awal menunjukan adanya perbedaan dalam melakukan intervensi anak-anak ADHD berbakat. Contohnya, anak berbakat cenderung suka denga kerumitan, mempercepat waktu dan menyederhanakan tugas-tugas, sedangan, bagi siswa ADHD berbakat dapat meningkatkan rasa stres/frustasi dalam mengerjakan tugas-tugas.

E.     KESIMPULAN
Anak berbakat dan anak berbakat ADHD memiliki perbedaan dari sisi sosial dan emosional, kecuali intelegensi yang sama. Anak berbakat ADHD tidak mampu mengikuti perkembangan belajar anak berbakat tanpa gangguan, karena anak berbakat tanpa gangguan lebih senang dengan hal-hal yang cepat dan dapat menimbulkan rasa frustasi dalam peyesuaian pada anak berbakat ADHD dikarenakan kurangnya perhatian dan guru gagal melihat indikator kemampuan tinggi mereka

Adanya kekhawatiran bahwa anak hiperaktif lebih disebabkan oleh kurikulum yang tidak sesuai atau karakteristik kemampuan yang tinggi yang salah dikaitkan untuk anak berbakat ADHD dari tantangan intelektual denga dukungan dan intervensi mengatasi ketidakdewasaan sosial dan emosial anak berbakat ADHD.

TEORI HUMANISTIK

A. PENGERTIAN
Kajian konsep dasar belajar dalam teori humanisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seeorang dalam upaya memenuhi kebutuhan seperti, kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan dan cinta orang lain. Dalam proses pembelajaran, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diperhatikan agar peserta didik tidak merasa dikecewakan. Apabila peserta didik merasa upaya pemenuhan kebutuhannya terabaikan maka kemungkinan besar di dalam dirinya tidak akan motivasi berprestasi dalam belajarnya.

B. Adapun tokoh – tokoh yang mempelopori psikologi humanistik yang digunakan sebagai teori belajar humanisme sebagai berikut :
a)    Abraham Maslow
Di kenal sebagai pelopor aliran humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ). Dia mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri orang memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidupnya. Kebutuhan – kebutuhan tersebut memiliki hirarki ( tingkatan ) mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun hirarki – hirarki tersebut adalah :
·         Kebutuhan fisiologis atau dasar
·         Kebutuhan akan aman dan tenteram
·         Kebutuhan akan dicintai dan disayangi
·         Kebutuhan untuk dihargai
·         Kebutuhan untuk aktualisasi diri

b)    Arthur Combs
Bersama dengan Donald Syngg ( 1904 – 1967 ) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning ( makna atau arti ) konsep sering yang di gunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak di sukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut, sehingga apabila merubah perilakunya, seorang guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidak menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi kepribadiannya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkan dalam kehidupan. Combs memberikan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran ( kecil dan besar ).

Ø Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri
Ø Lingkaran besar adalah persepsi dunia.

c)    Carl Rogers
Adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu mengatasi masalah – masalah kehidupannya. Menurutnya hal yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu :

1.    Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal – hal yang tidak ada artinya.
2.    Siswa akan mempelajari hal – hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3.    Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan yang bermakna bagi siswa.
4.    Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip – prinsip yang terpenting adalah :
1.    Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
2.    Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud – maksud tersendiri.
3.    Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri di anggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.    Belajar yang bermakna di peroleh siswa dengan melakukanya.
5.    Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.    Merespon perasaan siswa
2.    Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.    Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.    Menghargai siswa
5.    Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.    Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa ( penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa )
7.    Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme? Orang balajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.

C. Analisis dan implementasi teori humanistic
Teori humanistiklebih menekankan pada bagimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimilikinya, baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kegiatan pembelajaran memiliki tujuan utama untuk kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori ini lebih banyak membahas mengenai konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Keberhasilan implementasi menurut teori ini dalam belajar harus dilakukan dengan cara menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan,memberi kebebasan siswa dalam memahami dan menganalisis materi atau informasi yang diterimanya. Guru harus bisa menciptakan pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa secara fisik juga merupakan wahan untuk menghilangkan kejenuhan dari kegiatan pembelajaran yang tiap hari mereka kerjakan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memenuhi criteria di atas dapat dilakukan dengan cara guru merubah wahana atau situasi tempat pembelajaran, misalnya saja pembelajaran yang biasanya dilaksanakan di dalam kelas kita bisa merubahnya di luar ruangan seperti di kebun ataupun halaman sekolah.
Sedangkan mengenai metode atau strategi yang dilaksanakan, seorang guru bisa melaksanakan pembelajaran yang monoton atau pembelajaran yang hanya terpusat kepada siswa. Tetapi pembelajaran juga terpusat pada siswa sehingga tidak hanya gurunya saja yang aktif tetapi siswanya juga aktif. Dengan siswanya aktif diharapkan siswa akan memiliki kompetensi yang lebih untuk memahami dan mengerti akan materi yang sedang dipelajari.
Teori humaistik ini akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang luas. Dalam konteks ini, upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori ini sukar untuk diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini sangat besar alam kegiatan pembelajaran.


TEORI KONSTRUKTIVISME


A. PENGERTIAN
Menurut  teori konstruktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
B. Tokoh teori belajar konstruktivisme antara lain: Piaget dan Vygotsky.
a)         Piaget
                 Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
1)     Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Skema terbentuk karena pengalaman. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
2)     Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. 
3)     Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4)     Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
b)      Vygotsky
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan, yaitu:
Dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing.
Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
1.      Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembangan belajar seseorang, sehingga perkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
2.      Pemberian bimbingan
Vygotsky berpendapat bahwa pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

C. Analisis dan implementasi teori Konstruktivisme
Pengertian belajar menurut teori ini adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di lapangan. Teori ini membawa implikasi dalam pembelajaran yang bersifat kolektif dan kelompok.
Menurut pandangan ini, dalam proses pembelajaran siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Dalam konteks ini siswa dianggap sebagai seorang pribadi yang memiliki kebebasan untuk membangun idea atau gagasan tanpa harus diinterverensi oleh siapapu, siswa diposisikan sebagai manusia yang dewasa yang sudah memiliki modal awal pengetahuan untuk menerjemahkan pengetahuan yang akan dipelajarinya. Guru dalam konteks ini berperan sebagai pemberdaya seluruh potensi yang dimiliki siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran menurut teori ini, seorang guru harus memiliki daya kreasi yang tinggi untuk bisa mendesain suasana pembelajaran yang kondusif, suasana pembelajaran yang mampu memberikan kebebasan kepada siswanya untuk mengekspresikan dirinya sesuai dengan kemauannya. Serta, semua kegiatan pembelajaran harus banyak dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat. Kegiatan pembelajaran cenderung menggunakan model pembelajaran kooperatif (kerjasama). Pelaksanaan evaluasi menurut teori ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa dalam dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi sarana untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
ru � n d Hߍ H�� a memanfaatkan alam sekita sebagai wahana tempat pembelajaran. Metode yang dapat digunakan juga tidak harus selalu monoton, metode yang bervariasi merupakan tuntutan mutlak dalam pembelajaran menurut teori ini. Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran amat dipentingkan karena henya dengan mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Selain itu, seorang guru juga harus mampu memahami dan memperhatikan perbedaan individual anak, arena hal ini merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran.

TEORI KOGNITIF

A. PENGERTIAN
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat berkaitan dengan teori sibemetik.
 Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetap mengalir, bersambung-sambung menyeluruh.
B.Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain; piaget, ausubel, bruner.

a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif   yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2). Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga manfaat;
-          Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
-          Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
-     Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.

C. Analisis dan implementasi Teori Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang mangatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diukur dan diamati.Dalam teori ini lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Teori pembelajaran ini adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan praktek praktek yang mengarah pada kualitas`intelektual peserta didik. Meskipun teori ini memiliki berbagai kelemahan akantetapi, teori kognitif ini juga memiliki kelebihan yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu aspek positifnya adalah keceerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan intelektual dan mengorganisasian alat-alat kognisi.
Sebagai seorang pendidik kita harus menyadari bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik, yang nantinya informasi tersebut diolah oleh alat-alat kognisi yang dimiliki oleh pesrta didik. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran harus memberi ruang yang bebas dan luas kepada siswanya untuk mengembangkan kualitas intelektualnya.Pada dasarnya proses pembelajaran adalah suatu system artinya keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh salah satu faktor saja , tetapi lebih ditentukan secara simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru harus menciptakan pembelajaran yang natural, tidak perlu ada suatu rekaan atau paksaan kepada siswanya.
Dalam kegiatan pembelajaran pengembangan meteri harus benar-benar dilakukan secara kontekstual dan relevan dengan realitas kehidupan peserta didik. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak hanya bisa dilakukan di dalam ruangan saja tetapi juga bisa dilakukan diluar ruangan dengan cara memanfaatkan alam sekita sebagai wahana tempat pembelajaran. Metode yang dapat digunakan juga tidak harus selalu monoton, metode yang bervariasi merupakan tuntutan mutlak dalam pembelajaran menurut teori ini. Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran amat dipentingkan karena henya dengan mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Selain itu, seorang guru juga harus mampu memahami dan memperhatikan perbedaan individual anak, arena hal ini merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran.
Edwin� L h i H�� 8�v /b>

Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).

e). Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat (reinforcement), adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1.    Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2.    Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
3.    Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4.    Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5.    Dalam pembelajaran digunakan shapping
C. Analisis dan Implementasi teori Behavioristik
Teori ini secara umum melihat sosok atau kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara empirik. Inti dari teori behavioristik terletak pada upaya memahami perilaku secara total . dalam teori ini seseorang dianggap telah belajar jika ia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.Teori behavioristik adalah satu teori yang memiliki kontribusi cukup signifikan dalam pembelajaran. Teori ini juga merupakan teori yang selama ini dipakai oleh banyak guru-guru di Negara kita.Hingga kini teori ini masih merajai praktek pembelajaran yang ada di Indonesia. Pembentukan perilaku dengan cara drill(pembiasaan) disertai dengan reinforcement (hukuman) masih sering dilakukan dalam kegiatan pembelajaran kita.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil menurut teori ini ditentukan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon yang diterima oleh siswa. Indikasi keberhasilan menurut teori ini adalah adanya perubahan tingkah laku yang nyata dalam kehidupan peserta didik. Perubahan tidak dilihat dari perspektif intelektualnya tetapi lebih pada tingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Dalam kegiatan pembelajaran dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan menurut teori ini telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang telah belajar atau siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran menurut teori ini seorang siswa diharapkan harus memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Serta dalam proses belajar dan pembelajarannya cukupterlihat bahwa yang cenderung memiliki keaktifan adalah gurunya. Seorang murid dalam kegiatan belajar mengajar cenderung bersifat pasif dan harus mematuhi dan mempercayai bahwa segala sesuatu yang dikatakan dan disampaikan guru adalah suatu kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Oleh karena itu, implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

TEORI BEHAVIORISTIK

A. PENGERTIAN
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik), tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
B. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson, (1963); Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
      a. Thorndike, (1911)
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” (connectionism).
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu kemudian secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan), dan
2). Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baknya.
      b). Watson
menurut Watson, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
      c). Clark Hull
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya Incentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas, adalah sebagai berikut:
1.      Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction.
2.       Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3.      Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya proses belajar.
4.      Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang lebih kompleks/ sulit.
5.      Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
6.      Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7.      Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).

e). Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat (reinforcement), adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
1.    Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2.    Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
3.    Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4.    Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
5.    Dalam pembelajaran digunakan shapping
C. Analisis dan Implementasi teori Behavioristik
Teori ini secara umum melihat sosok atau kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara empirik. Inti dari teori behavioristik terletak pada upaya memahami perilaku secara total . dalam teori ini seseorang dianggap telah belajar jika ia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.Teori behavioristik adalah satu teori yang memiliki kontribusi cukup signifikan dalam pembelajaran. Teori ini juga merupakan teori yang selama ini dipakai oleh banyak guru-guru di Negara kita.Hingga kini teori ini masih merajai praktek pembelajaran yang ada di Indonesia. Pembentukan perilaku dengan cara drill(pembiasaan) disertai dengan reinforcement (hukuman) masih sering dilakukan dalam kegiatan pembelajaran kita.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil menurut teori ini ditentukan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon yang diterima oleh siswa. Indikasi keberhasilan menurut teori ini adalah adanya perubahan tingkah laku yang nyata dalam kehidupan peserta didik. Perubahan tidak dilihat dari perspektif intelektualnya tetapi lebih pada tingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Dalam kegiatan pembelajaran dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan menurut teori ini telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang telah belajar atau siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran menurut teori ini seorang siswa diharapkan harus memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Serta dalam proses belajar dan pembelajarannya cukupterlihat bahwa yang cenderung memiliki keaktifan adalah gurunya. Seorang murid dalam kegiatan belajar mengajar cenderung bersifat pasif dan harus mematuhi dan mempercayai bahwa segala sesuatu yang dikatakan dan disampaikan guru adalah suatu kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Oleh karena itu, implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.